Beberapa pekan terakhir, spekulasi tentang masa depan Rafael Benitez di Inter Milan terus bergejolak dan hari Kamis (23/12) kemarin semua mencapai puncaknya dengan berakhirnya kepemimpinan pelatih asal Spanyol itu di San Siro.
Semua saga ini bermula dari pernyataan Rafa usai membawa La Beneamata memenangkan trofi Piala Dunia Antar Klub, di mana ia memberi ultimatum pada pihak klub, khususnya presiden Massimo Moratti untuk memenuhi permintaannya akan pemain baru atau ia mengancam akan pergi.
Banyak pihak menyebut itu adalah langkah konyol yang dilakukan Benitez. Kemenangan melawan tim Kongo, TP Mazembe di final merupakan sesuatu yang dirasa wajib dan sudah diperkirakan semua orang - karena jika tidak, Benitez pun akan kehilangan pekerjaannya.
Benitez rupanya merasa sudah melakukan pekerjaan besar dan tidak belajar dari pengalaman pendahulunya, Roberto Mancini dan Luigi Simoni. Mancini dipecat Inter hanya sebulan setelah surat pengunduran dirinya ditolak, dan Simoni pun dilengserkan saat ia merasa layak menerima respek lebih besar usai memenangkan penghargaan Pelatih Terbaik.
Berikut adalah 'dosa-dosa' Rafael Benitez yang membuatnya terlempar dari kursi panas pelatih Nerazzurri:
1. Menyalahkan Kurangnya Amunisi Baru
Rafa terus-terusan mengeluh tentang kurangnya aktivitas transfer di tubuh Inter sejak kedatangannya musim panas kemarin, namun ia melupakan dua faktor penting. Pertama, pihak klub harus melakukan upaya untuk menyeimbangkan neraca keuangan mereka, dan kedua, skuad yang dimilikinya adalah adalah tim yang sama yang memenangkan lima trofi dalam tujuh bulan terakhir. Jadi kekuatan tim Inter sejatinya bukanlah masalah utama.
2. Menyalahkan Badai Cedera
Badai cedera yang menimpa Nerazzurri memang mengerikan dan itu tak diragukan lagi. Kehilangan tiga atau empat pemain adalah hal biasa, namun kehilangan hampir separuh skuad utama adalah masalah lain. Meski demikian, jika dirunut ke belakang, di awal musim Inter ditahan imbang tanpa gol oleh Bologna, kemudian dibekuk Roma serta bermain seri kontra Juventus, maka jelas bahwa hasil buruk dan performa mengecewakan Inter sudah muncul jauh sebelum badai krisis mendera.
3. Tak Bisa Mempertahankan Hubungan Dengan Skuad
Lihatlah komentar Marco Materazzi dan Dejan Stankovic usai final Piala Dunia Antar Klub. Stankovic menggambarkan posisinya di bangku cadangan bagaikan 'luka tersayat' sementara Materazzi mengatakan jika 'apa yang dilakukan Benitez bukanlah urusan kami'. Dua pemain ini merupakan figur kunci, pemimpin di ruang ganti dan sikap mereka menggambarkan seluruh skuad Inter. Mereka tahu bahwa pelatih mereka tengah karam, namun mereka tak mau memberikan sedikit pun pertolongan.
4. Tak Memiliki Kekuasaan
Para pemain Inter mungkin tak membenci pelatihnya, namun mereka tak menghormatinya dan itu hal yang jauh lebih buruk. Saat melawat ke Roma, Cristian Chivu menerobos ke sisi lapangan sembari berteriak pada Benitez. "Jika tak ada yang berubah, maka aku akan pergi," serunya memprotes kegagalan Samuel Eto'o membantu pertahanan. Apakah ia berani melakukannya pada Jose Mourinho? Sepertinya tidak. Wesley Sneijder bahkan mengatakan jika ia rela mati demi Mourinho, namun ia tak mau susah payah berkorban untuk Benitez.
5. Terlalu banyak Berkelit
Enam kekalahan dan enam hasil imbang yang didapat Inter sejauh ini mungkin akan lebih mudah dicerna bagi fans Inter jika sang Spaniard sedikit lebih merendah dalam komentarnya usai pertandingan. Namun sebaliknya, ketimbang memuji penampilan lawan atau mengakui buruknya penampilan anak asuhnya, Benitez lebih suka mengajukan berbagai macam alibi, mulai dari cedera, kondisi lapangan, kepemimpinan wasit dan sebagainya.
6. Kalah di Laga Penting
Takluk dalam partai Derby della Madonnina, tumbang saat bertandang ke kandang Roma dan Lazio, juga saat melawat ke markas Tottenham dan Werder Bremen, yang digambarkan Benitez sebagai 'laga yang tak harus dimenangkan', namun nyatanya itu telah membuang peluang mereka untuk mempertahankan posisi pemuncak klasemen Liga Champions - dan tentunya menambah berat langkah mereka di babak knockout.
7. Bermain Api
Piala Dunia Antar Klub mungkin menjadi peluang Benitez untuk menyelamatkan pekerjaannya dan ia sudah berhasil melakukannya, jika saja ia tak terhanyut oleh kemenangan. Sebelum turnamen, Moratti menyatakan jika memenangkan trofi itu akan mengangkat nilai Benitez dari 6 menjadi 10. Inter sukses merengkuh gelar kelima mereka, dan jika saja Benitez mau mempertahankan egonya, mungkin ia akan mendapatkan respek yang ia inginkan. Sebaliknya, ia bermain api dengan ultimatum 'dukung aku atau pecat aku' yang kemudian memulai saga pemecatannya.
8. Tak Tahu Terima Kasih
Aksi ultimatum Benitez itu mungkin menjadi hal yang jelas betapa ia tak tahu rasa berterima kasih pada Moratti. Ia gagal memahami bahwa ia bisa dan mungkin saja dipecat jauh sebelum Piala Dunia Antar Klub digelar, jika itu bukan karena sang presiden.
I Love you Full